home

Total Tayangan Halaman

Kamis, 22 November 2012

Tentang Frederich Silaban


1. MENGENANG F. SILABAN

Ars. Frederich Silaban (lahir Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912–Jakarta, 14 Mei 1984) adalah seorang opzichter/arsitek generasi awal di negeri Indonesia. Dia merupakan seorang arsitek otodidak. Pendidikan formalnya hanya setingkat STM (Sekolah Teknik Menengah) namun ketekunannya membuahkan beberapa kemenangan sayembara perancangan arsitektur, sehingga dunia profesipun mengakuinya sebagai arsitek. Dan seiring perjalanan waktu, ia terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun dimana beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan bagi daerah tersebut.
Frederich Silaban telah menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Mesjid Istiqlal.

Mulai tahun 1955 nama F. Silaban semakin dikenal secara Nasional setelah memenangkan tiga sayembara nasional sekaligus. Juara satu sayembara Gedung Bank Indonesia, dan Mesjid Istiqlal serta juara kedua untuk sayembara Monumen Nasional. Bersama Presiden Soekarno, Silaban diajak untuk mewujudkan visi membangun Indonesia modern sehingga dapat bersaing dengan negara-negara lainnya, hal ini membuat Silaban tidak memiliki banyak pilihan tema selain menghadirkan arsitektur modernis di Indonesia dan secara tidak langsung menjadikan karya Silaban menjadi sarana komunikasi politik.

Sirip penangkal sinar matahari dari beton yang berjajar vertikal dan horisontal, dan atap pelana menjadi sebuah ciri arsitektur tropis karya Silaban, ciri tersebut dapat dijumpai di Gedung Bank Indonesia. Dalam perkembangan karya-karya berikutnya, karena keinginan dari Presiden Soekarno, banyak karya Silaban yang kemudian menggunakan atap datar seperti : Gedung Pola, Markas Besar AURI dan Mesjid Istiqlal.

Frederich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di Lentera dan lembaran kebudayaan harian Bintang Timur mulai tanggal 16 Maret 1962 yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, onderbouw Partai Komunis Indonesia) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (onderbouw Partai Nasional Indonesia) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo.

Selain itu, Frederich Silaban juga berperan besar dalam pembentukan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Pada April 1959, Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili biro arsitektur PT Budaya dan Ars. F. Silaban merasa tidak puas atas hasil yang dicapai pada Konperensi Nasional di Jakarta, yakni pembentukan Gabungan Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) dimana keduanya berpendapat bahwa kedudukan “perencana dan perancangan” tidaklah sama dan tidak juga setara dengan “pelaksana”. Mereka berpendapat pekerjaan perencanaan-perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, karena itu tidak semata-mata berorientasi sebagai usaha yang mengejar laba (profit oriented).

Sebaliknya pekerjaan pelaksanaan (kontraktor) cenderung bersifat bisnis komersial, yang keberhasilannya diukur dengan besarnya laba dan tanggung jawabnya secara yuridis/formal bersifat kelembagaan atau badan hukum, bukan perorangan serta terbatas pada sisi finansial. Akhir kerja keras dua pelopor ini bermuara pada pertemuan besar pertama para arsitek dua generasi di Bandung pada tanggal 16 dan 17 September 1959. pertemuan ini dihadiri 21 orang, tiga orang arsitek senior, yaitu: Ars. Frederich Silaban, Ars. Mohammad Soesilo, Ars. Lim Bwan Tjie dan 18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung tahun 1958 dan 1959. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan tujuan, cita-cita, konsep Anggaran Dasar dan dasar-dasar pendirian persatuan arsitek murni, sebagai yang tertuang dalam dokumen pendiriannya, “Menuju dunia Arsitektur Indonesia yang sehat”. Pada malam yang bersejarah itu resmi berdiri satu-satunya lembaga tertinggi dalam dunia arsitektur profesional Indonesia dengan nama Ikatan Arsitek Indonesia disingkat IAI.

2. HASIL KARYA F. SILABAN

Gedung Universitas Nommensen – Medan (1982)
Rumah A Lie Hong – Bogor (1968)
Monumen Pembebasan Irian Barat – Jakarta (1963)
Markas TNI Angkatan Udara – Jakarta (1962)
Gedung Pola – Jakarta (1962)
Gedung BNI 1946 – Medan (1962)
Menara Bung Karno – Jakarta 1960-1965 (tidak terbangun)
Monumen Nasional / Tugu Monas – Jakarta (1960)
Merupakan simbol kebanggaan kota metropolitan – Jakarta
Gedung BNI 1946 – Jakarta (1960)
Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih – Jakarta (1960)
Kantor Pusat Bank Indonesia, Jalan Thamrin – Jakarta (1958)
Rumah Pribadi Friderich Silaban – Bogor (1958)
Masjid Istiqlal – Jakarta (1954)
Frederich Silaban memenangkan sayembara pembuatan gambar maket Masjid dengan motto (Sandi) Ketuhanan yang kemudian bertugas membuat desain Istiqlal secara keseluruhan. Istiqlal ini juga merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara pada tahun 1970-an
Gedung Bentol – Jawa Barat (1954)
Gedung ini merupakan bagian dari Istana Kepresidenan Cipanas yang terletak di jalur jalan raya puncak, Jawa Barat dan berlokasi tepat di belakang gedung induk dan berdiri di dataran yang lebih dari bangunan-bangunan lain. Gedung yang sering disebut sebagai tempat Soekarno mencari inspirasi dinamakan Gedung Bentol karena seluruh dindingnya ditempel batu alam yang membuat kesan bentol-bentol.
Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata – Jakarta (1953)
Kampus Cibalagung, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP)/Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) – Bogor (1953)
Sekolah pertanian ini telah melahirkan sejumlah tokoh kawakan di berbagai bidang. Beberapa di antaranya bahkan pernah menjabat sebagai menteri. Padahal sekolah yang kini berumur seabad ini sejatinya “kawah candradimuka” bagi penyuluh dan teknisi di bidang pertanian.
Rumah Dinas Walikota – Bogor (1952)
Kantor Dinas Perikanan – Bogor (1951)
Tugu Khatulistiwa – Pontianak (1938)
Tugu ini dibangun pertama kali pada 1928 oleh seorang ahli geografi berkebangsaan Belanda. Pada 1938 dibangun kembali dan disempurnakan oleh Frederich Silaban. Pada 1990 dibangun duplikatnya dengan ukuran 5 kali lebih besar untuk melindungi tugu khatulistiwa yang asli. Pembangunan yang terakhir diresmikan pada 21 September 1991.

3. SILABAN, SANG ARSITEK KESAYANGAN BUNG KARNO

Di Kota Bogor tidak ada jalan Silaban atau Wisma Silaban, Padahal, beliau adalah sang Arsitek terkenal dengan karya-karya bangunannya yang kini masih berdiri kokoh, baik di Kota Bogor maupun di Jakarta. Bangunan yang masih berdiri kokoh karya dari arsitek Silaban di Kota Bogor antara lain Rumah Dinas Walikota Bogor, dan di Jakarta yaitu Masjid Istiqlal.

Ide dan Karya F Silaban sebagian muncul antara Tahun 1950 – 1960. Pada kurun waktu tersebut Kondisi Sosial Politik Luar Negeri maupun Dalam Negeri dalam keadaan labil. Keadaan Sosial Politik Luar Negeri dalam pembenahan setelah Perang Dunia II

Sedangkan keadaan Sosial Politik Dalam Negeri dalam taraf renovasi untuk menentukan bentuk Negara Republik Indonesia Kondisi yang sangat menonjol saat itu adalah adanya Kultur Individu terhadap seorang Pemimin, yaitu Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno. Pada saat itu Pribadi F Silaban sangat dekat dengan sosok Soekarno, bahkan sering mendukung ide–ide yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno termasuk ide-ide tentang arsitektur dan produknya..Hal ini dapat dilihat pada saat Presiden Soekarno mencetuskan ide adanya Nation Building, adalah Paham tentang bangunan yang mampu mencerminkan dan membangkitkan kebanggan Nasional, sehingga bangunan–bangunan yang tercetus berskala raksasa, megah dah heroik.

Hal inilah sempat memberikan warna terhadap ide dan karya F Silaban, pada waktu itu sering mendapat pesanan langsung dari Presiden Soekarno. Sang Arsitek kesayangan Bung Karno ini seorang Bapak yang dekat dengan anak–anaknya dan sahabat–sahabatnya,dan beliaulah perancang Mesjid Istiqlal yang memiliki Skala Gigantik.

Mengamati riwayat hidupnya dapat diketahui dengan jelas bahwa waktu yang dijalani sepanjang hidup dan karier sebagai arstiek adalah di Bogor dan Jakarta. Masa kecil di Tapanuli dilalui hanya sebentar setamat HIS (Holland Inlandsche School, Sekolah Dasar Belanda dahulu) di Narumonda tahun 1927. Melanjutkan pendidikan pada Koninginlijke Wilhelmina School, KWS, yaitu Sekolah Tehnik jaman Belanda tahun 1931 di Batavia: setelah tamat dari KWS, langsung bekerja di Batavia sebagai juru gambar (Bouwkundig Tekenaar Stadsgemeente ) pada kantor Kota Praja Batavia. Bagi F. Silaban, putera kelima keluarga Djonas Silaban, pekerjaan itu dipandang sebagai suatu rahmat.

Ketika lulus dari KWS di Batavia tahun 1931 ia langsung bekerja sebagai Bouw Kundig Tekenar Stads gemeente mulai Mei–Juni 1931 dan langsung setelah itu menjabat Opzichter Geniedienst di Jakarta sampai tahun 1937. Selanjutnya tahunitu pula ia diangkat sebagai Geniedief Pontianak untuk daerah Kalimantan Barat. Jabatan itu diembannya hingga tahun 1939.

Kepindahannya ke Bogor sebagai Opzichter Tekenaar Stadsgemeente Bogor mengawali babak baru di dalam riwayat hidupnya, baik sebagai warga Bogor maupun sebagai Arsitek yang selanjutnya ia bolak – balik Jakarta – Bogor.Mengingat proyek–proyek yang ditanganinya kebanyakan berlokasi di Jakarta dari tahun 1939 – 1949,

Silaban tidak pernah lepas dari tugas dan jabatan yang berkaitan dengan lingkup pekerjaan umum, Berturut – turut tahun 1942 – 1947 menjabat Kepala PU dan Direktur PU Kota Bogor .

Tahun 1950, Silaban sempat menjabat sebagai Kepala PU Kota Bogor, Bahkan, selama lima tahun dipercaya menjadi Ketua Panitia Keindahan Kota DKI Jakarta. Dari sejumlah Karya tercatat beberapa hasil rancangannya antara lain Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Bogor, Kantor Perikanan Darat Sempur, Kota Bogor, Rumah Dinas Walikota Bogor (1935), Bank Indonesia, Jalan Thamrin Jakarta, Bank Indonesia, BLLD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Bank Negara 1946, Jakarta Kota Masjid Istiqlal Jakarta, Flat BLLD, Bank Indonesia Jalan Budi Kemuliaan Jakarta, Gedung Bank Negara Indonesia 46 di Surabaya, Gedung Bank Indonesia di Surabaya, Markas Besar Angkatan Udara (MBAU) Pancoran Jakarta, Gedung Pola Jakarta Hotel Banteng, yang kemudian menjadi Hotel Borobudur Selain itu beberapa karya lainnya rumah tinggal dan monumen–monumen, antara lain Monumen Nasional Pembebasan Irian Barat Lapangan Banteng Jakarta, Tugu Selamat Datang Bunderan HI Jakarta, Taman Makam Pahlawan Kalibata (peresmian 10 Nopember 1954) dan Makam Raden Saleh Bondongan Bogor. Silaban sempat dikukuhkan sebagai Anggota Dewan Perancang Nasional (Depernas)

Akhirnya bulan Mei tahun 1965, sang arsitek F Silaban pensiun dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Madya Bogor. Masa bebas tugas itu bukan berarti Silaban duduk berpangku tangan. Dari tahun 1967 hingga ahir hayatnya Silaban tercatat sebagai Wakil Kepala Proyek Masjid Istiqlal Jakarta (1954). Sedengkan diluar profesi arsitek, F Silaban menjabat dosen luar biasa.

Arsitek yang lengkapnya bernama Friedrich Silaban Ompu Ni Maya. Lahir pada tanggal 16 Desember 1912 di Bondolok Tapanuli, Sumatera Utara. Menikah dengan sang isteri tercinta Letty Kievits pada tanggal 18 Oktober 1946. F.Silaban terlahir dari sang Ibu Boru Simamora dan Bapak Sintua Djonas Silaban. Dari hasil perkawinannya dengan Letty Kievits beliau dikaruniai 10 (sepuluh) orang anak, dua perempuan dan delapan laki-laki. Salah seorang anaknya mengikuti jejak sang ayah sebagai Arsitek; yakni Ir. Panogu Silaban lulusan Departemen Arsitektur, Institut Teknologi Bandung.

Sang arsitek yang gemar melukis dan main catur ini akhirnya menghadap Sang Pencipta 14 Mei 1984 diusia usia 71 tahun, setelah menderita sakit. Silaban yang bertempat tinggal di Jalan Gedong Sawah II No : 10 Bogor Tengah Kota Bogor dimakamkan di TPU Cipaku Bogor Selatan, Kota Bogor.

Sumber : (Iyan/Rais — Gentra Madani) Bogor News dan Sipatahunan : Dari Rumah Dinas Walikota Bogor sampai ke Masjid Istiqlal

4. TELAAH RUMAH F. SILABAN

Rumah keluarga Friedrich Silaban di Jalan Gedung Sawah, Bogor, Jawa Barat, dijadikan ajang telaah para praktisi arsitektur yang tergabung dalam modern Asian Architecture Network (mAAN) Indonesia.

Tangga di ruang duduk dan makan di rumah arsitek kesayangan Presiden Soekarno, F Silaban, di Bogor, Jawa Barat. (DOK BUKU RUMAH SILABAN/Kompas Images)

Pihak mAAN bekerja sama dengan Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta, telah meluncurkan Buku Rumah Silaban berisi dokumentasi dan telaah kritis mengenai rumah arsitek kenamaan yang merancang antara lain bangunan monumental Masjid Istiqlal semasa pemerintahan presiden pertama RI, Soekarno. Buku yang sama juga diluncurkan di Unika Soegiyapranata, Semarang, Sabtu (10/5).

Acara diawali dengan workshop di rumah keluarga F Silaban, Juli 2007, yang juga diikuti peserta dari Jepang dan Kamboja. Center for Sustainable Urban Regeneration (cSUR) Universitas Tokyo bertindak selaku sponsor.

Secara simbolik, buku Rumah Silaban diserahkan Mieke Choandi, penanggung jawab kegiatan dari Jurusan Arsitektur Untar, kepada Dekan Fakultas Teknik Untar dan keluarga besar F Silaban yang diwakili Panogu Silaban. Juga dilakukan kupasan buku oleh Prof Josef Priyotomo dari ITS dan Ahmad Djuhara, Ketua IAI.

Priyotomo mengatakan, selain modern, rumah F Silaban juga mengingatkan pada rumah Batak sebagai salah satu khazanah arsitektur Nusantara. Djuhara menuturkan, F Silaban bisa disejajarkan dengan tokoh arsitektur dunia seperti Frank Lloyd Wright di AS dan Le Corbusier di Perancis yang diakui sebagai pahlawan di bidang arsitektur di negaranya.

Sutrisno Murtiyoso, Sekretaris Umum Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia, menegaskan, rumah F Silaban mendemonstrasikan modernitas dalam bentukan luar, sekaligus sarat budaya dan adat setempat. ”Sikap ini sangat kita butuhkan untuk menuju Arsitektur Indonesia yang kita cita-citakan,” katanya.

F Silaban lahir 16 Desember 1912 di Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara. Seusai HIS di Tapanuli, ia belajar ke Koningin Wilhelmina School, Jakarta, belajar ilmu bangunan (bouwkunde), lulus 1931. Antara 1947-1965 dia mengabdikan diri ke Departemen Pekerjaan Umum. Arsitek kesayangan Presiden Soekarno ini meninggal di usia 72 tahun (1984) sebelum rumah yang dirancang semalam dan dibangun setahun, 1958-1959, itu direnovasi. (POM)

5. ARSITEK PENGUKIR SEJARAH TOLERANSI

Dia arsitek pengukir sejarah toleransi beragama di negeri ini. Bung Karno menjulukinya sebagai "by the grace of God" karena kemenangannya mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal. Friedrich Silaban, seorang penganut Kristen Protestan yang taat kelahiran Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912, wafat dalam usia 72 tahun pada hari Senin, 14 Mei 1984 RSPAD Gatot Subroto Jakarta, karena komplikasi beberapa penyakit yang dideritanya.
Friedrich Silaban, Arsitek Mesjid Istiqlal
Toleransi beragama yang tinggi sedari dulu telah ditunjukkan oleh umat beragama di Indonesia, baik yang Muslim, Nasrani maupun yang lainnya. Apabila satu pemeluk agama tertentu suatu ketika membangun tempat ibadah, tidak jarang kemudian dibantu oleh umat agama lain. Demikian halnya dalam pembangunan Mesjid Agung Istiqlal. Mesjid yang di awal abad 21 merupakan mesjid terbesar di Asia Tenggara itu, dalam proses pembangunannya telah menyimpan satu sejarah toleransi beragama yang sangat tinggi.
Disebutkan demikian, karena sang arsitek dari mesjid tersebut adalah seorang penganut Kristen Protestan yang taat. Tidak ada yang dibuat-buat sehingga menjadi demikian, namun begitulah memang gambaran toleransi beragama antara umat di negeri ini sejak dulu. Kebesaran jiwa dari umat Islam sangat jelas terlihat disini. Mereka mau menerima pemikiran atau desain tempat ibadah mereka dari seorang yang non muslim. Demikian juga dengan Friedrich Silaban, sang arsitek, telah menunjukkan kebesaran jiwanya dengan terbukanya hati dan pikirannya untuk mengerjakan mesjid yang sangat monumental tersebut.
Pekerjaan karya besar demikian, memang hanya mungkin dilakukan Silaban dengan jiwa besarnya tadi. Sebab dengan perbedaan latar belakang kepercayaan tersebut, maka ia harus terlebih dahulu mampu menjawab pertanyaan yang timbul dalam hati nuraninya sendiri. Pertanyaan dimaksud adalah pantaskah ia sebagai seorang pemeluk Agama Kristen Protestan membuat desain sebuah mesjid?
Sedangkan mesjid dalam hal ini bukanlah sekedar bangunan yang terdiri dari atap genting, dengan dinding batu bata semata. Melainkan merupakan bangunan yang disucikan sebagai tempat umat Islam beribadah dan melakukan kegiatan religius dan sosial lainnya. Apalagi mesjid disini adalah Mesjid Agung Istiqlal (Istiqlal artinya merdeka).
Mesjid yang diniatkan untuk melambangkan kejayaan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Mesjid yang merupakan suatu bangunan monumental kebanggaan seluruh umat Islam di Indonesia, dan akan tercatat sebagai mesjid terbesar di Asia Tenggara dijamannya.

Arsitek yang dikenal sebagai F. Silaban ini adalah pelopor dalam pencarian ekspresi arsitektur modern yang beradaptasi terhadap iklim tropis lembap di Indonesia. F. Silaban sangat bergairah menyiasati kondisi alam karena menganggap hal itu sebagai tantangan yang harus dijelajahi.

Setiap kali merancang, F. Silaban siap dengan setumpuk data mengenai besar bayangan matahari dan karakteristik curah hujan sepanjang tahun. Karya-karya dia umumnya berbentuk dasar kubus. Istiqlal, misalnya, berbentuk dasar kubus yang dinding luarnya disusun berupa grid-grid kotak (semacam rongga) penahan cahaya matahari.

Ciri khas seperti ini terlihat di bangunan lama Bank Indonesia. Selain grid berbentuk kotak, Silaban biasa menyusun bidang-bidang secara vertikal, yang fungsinya sama sebagai pelindung dari sengatan cahaya matahari. Ini terlihat pada desain rumah tinggalnya sendiri.

Bentuk dasar rumah ini adalah empat persegi panjang. Di sisi memanjang ini tersusun bidang-bidang vertikal dalam posisi menyisir. Karyanya ini merupakan kesimpulan dari data-data statistik dan ambisinya menyiasati kondisi tropis.

Tapi F. Silaban mungkin hanya akan dikenang ketika orang menyaksikan Istiqlal atau gedung lama Bank Indonesia.

6. PROFIL MASJID ISTIQLAL

Masjid Istiqlal adalah masjid yang terletak di pusat ibukota negara Republik Indonesia, Jakarta. Masjid ini adalah masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Sukarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban.

Spesifikasi Masjid Istiqal:
Luas tanah 12 ha
Luas bangunan 7 ha
Luas lantai 72.000 m2
Luas atap 21.000 m2
Dalam pembangunan masjid ini dibutuhkan:
Semen 78.000 zak dari Gresik
Baja 337 ton
Marmer 93.000 m2
Keramik 11.400 m2
Aspal 21.500 m2

Lokasi masjid ini berada di timur laut lapangan Monumen Nasional (Monas). Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai. Masjid ini mempunyai kubah yang diameternya 45 meter. Masjid ini mampu menampung orang hingga lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jamaah.

Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor Majelis Ulama Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan asing yang beragama Islam. Tidak diketahui apakah umat non-Islam dapat berkunjung ke masjid ini.

SEJARAH MASJID ISTIQLAL

Setelah Revolusi Nasional Indonesia 1945-1949, diikuti dengan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia dari Belanda pada tahun
1949, ada ide yang berkembang untuk membangun masjid nasional republik yang baru ini, sesuai untuk negara dengan populasi Muslim
terbesar di dunia . Pada tahun 1953 KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pertama, melontarkan ide pembangunan masjid besar nasional
Indonesia bersama-sama dengan H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan beserta sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman. Ide itu kemudian diwujudkan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.
Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikan yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut. Gedung Deca Park di Lapangan Merdeka (kini Jalan Medan Merdeka Utara di Taman Museum Nasional), menjadi saksi bisu atas dibentuknya Yayasan Masjid Istiqlal. Nama Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang berarti Merdeka. Presiden pertama RI Soekarno menyambut baik ide tersebut dan mendukung berdirinya yayasan masjid Istiqlal dan kemudian membentuk Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal (PPMI).

Penentuan Lokasi Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal berlokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran, karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.

Sayembara Desain Masjid Istiqlal

Setahun sebelumnya, Ir. Soekarno menyanggupi untuk membantu pembangunan masjid, bahkan memimpin sendiri penjurian sayembara desain maket masjid. Setelah melalui beberapa kali sidang, di Istana Negara dan Istana Bogor, dewan juri yang terdiri dari Prof.Ir. Rooseno, Ir.H. Djuanda, Prof.Ir. Suwardi, Hamka, H. Abubakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Pada tahun 1955 Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal mengadakan sayembara rancangan gambar atau arsitektur masjid Istiqlal yang jurinya diketuai oleh Presiden Soekarno dengan hadiah berupa uang sebesar Rp. 75.000; serta emas murni seberat 75 gram. Sebanyak 27 peserta mengikuti sayembara, namun dari seluruh peserta hanya 5 peserta yang memenuhi syarat:
F. Silaban dengan rancangannya “Ketuhanan”
R. Oetoyo dengan rancangannya “Istighfar”
Hans Groenewegen dengan rancangannya “Salam”
Mahasiswa ITB (5 orang) rancangannya “Ilham 5”
Mahasiswa HTB (3 orang) rancangannya “Chatulistiwa”
Pada 5 Juli 1955 atas perintah Presiden Soekarno memutuskan desain rancangan dengan judul “Ketuhanan” karya Frederich Silaban dipilih sebagai pemenang sebagai model dari Masjid Istiqlal.

Sang Arsitek Masjid Beragama Kristen

Frederich Silaban adalah seorang arsitek beragama Kristen kelahiran Bonandolok Sumatera, 16 Desember 1912, anak dari pasangan suami istri Jonas Silaban Nariaboru. Ia adalah salah satu lulusan terbaik dari Academie van Bouwkunst Amsterdam tahun 1950, selain membuat desain masjid Istiqlal ia juga merancang kompleks Gelanggang Olahraga Senayan.
Untuk menyempurnakan rancangan masjid Istiqlal F. Silaban mempelajari tata cara dan aturan orang muslim melaksanakan shalat dan berdoa selama kurang lebih 3 bulan dan selain itu ia juga mempelajari banyak pustaka mengenai masjid-masjid di dunia.

Pembangunan Masjid Istiqlal

Pada tahun 1960, di tempat yang sama, ribuan orang yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat biasa, pegawai negeri, swasta, alim ulama dan ABRI bekerja bakti membersihkan taman tak terurus di bekas benteng penjajah itu.
Setahun kemudian, tepatnya 24 Agustus 1961, dipilih sebagai momen pemancangan tiang pertama oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno yang ketika itu langsung bertindak sebagai Kepala Bidang Teknik. Pembangunan masjid memakan waktu selama 17 tahun, kemudian pada tanggal 22 Februari 1978 Presiden Indonesia Soeharto meresmikan masjid nasional Indonesia itu.

BANGUNAN MASJID ISTIQLAL DAN SPESIFIKASINYA

Masjid Istiqlal menerapkan prinsip minimalis. Secara umum masjid Istiqlal terdiri dari gedung induk, gedung pendahulu dan emper sampingnya, teras raksasa, dan emper keliling serta menara. Ruang-ruang terbuka atau plaza di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang lebar di antaranya, dimaksudkan oleh perancangnya untuk memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami serta mendatangkan kesejukan hati bagi para jamaah yang beribadah.

BAGIAN-BAGIAN BANGUNAN MASJID ISTIQLAL

A. Gedung Induk
TINGGI : 60 meter, 5 tingkat symbol shalat 5 waktu
PANJANG : 100 meter
LEBAR : 100 meter
Tiang pancang : 2.361 buah
Bangunan utama ini adalah gedung utama dimana tempat ini dapat menampung 100.000. jemaah.
Kubah besar dengan diameter 45 meter terbuat dari kerangka baja stainless steel dari Jerman Barat dengan berat 86 ton, bagian luarnya dilapisi dengan keramik. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan sesuai dengan nama Istiqlal itu sendiri. Bagian bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Yassin yang dibuat oleh K.H Fa’iz. >Updated informasi: Bagian dalam di bawah sekeliling kubah terdapat kaligrafi Surat Alfateha, Surat Thaha ayat 14, Ayat Kursi, dan Surat Al Ikhlas.
Dari luar atap bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang Bulan dan Bintang yang terbuat dari stainless steel dengan diameter 3 meter dan berat 2,5 ton
Dari dalam kubah di topang oleh 12 pilar berdiameter 2,6 meter dengan tinggi 12 meter.
Seluruh bagian di gedung utama ini dilapisi marmer yang didatangkan langsung dari Tulungagung seluas 36.980 m2.
Lantainya ditutupi karpet merah sumbangan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

B. Gedung Pendahulu dan Emper Samping
Tinggi : 52 meter
Panjang : 33 meterLebar : 27 meter
Bagian memiliki lima lantai yang terletak di belakang gedung utama yang diapit 2 sayap teras. Luas lantainya 36.980 m2 dengan dilapisi 17.300 m2. jumlah tiang pancangnya sebanyak 1800 buah. Di atas gedung ini ada sebuah kubah kecil. Fungsi utama dari gedung ini setiap jamaah dapat menuju gedung utama secara langsung. Selain itu juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat perluasan shalat bila gedung utama penuh.

C. Teras Raksasa
Teras raksasa terbuka seluas 29.800 m2 terletak di sebelah kiri belakang gedung induk. Teras ini dibuat untuk menampung jamaah pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Arah poros teras ini mengarah ke Monument Nasional menandakan masjid ini adalah masjid nasional. Selain itu teras ini juga berfungsi sebagai tempat acara-acara keagamaan seperti MTQ dan pada emper tengah dahulu biasa digunakan untuk manasik (latihan) haji.

D. Emper Keliling
Emper ini mengelilingi teras raksasa dan emper tengah yang sekelilingya terdapat 1800 pilar guna menopang bangunan emper.
Panjang : 165 meter
Lebar : 125 meter

BEDUG RAKSASA
Di sudut sebelah tenggara Masjid terdapat bedug raksasa.

E. Menara / Minaret
TINGGI : 6666 centimeter = 66,66 meter
DIAMETER : 5 meter
Bangunan menara meruncing ke atas ini berfungsi sebagai tempat Muadzin mengumandangkan Azan.

F. Halaman dan Air Mancur MASJID ISTIQLAL
Halaman masjid Istiqlal seluas 9,5 hektar. Halaman ini dapat menampung kurang lebih 800 kendaraan sekaligus melalui 7 buah pintu gerbang masuk yang ada. Di halaman masjid terdapat tiga jembatan yang panjangnya sekitar 21 sampai 25 meter.
Di dalam kompleks masjid di sebelah selatan terdapat air mancur yang berada di tengah-tengah kolam seluas ¾ hektar. Air mancur ini dapat memancarkan air setinggi 45 meter.

G. Tempat Wudhu, Air, dan Penerangan
Tempat wudhu dilengkapi dengan kran khusus sebanyak 660 buah sehingga secara bersamaan 660 orang dapat berwudhu sekaligus. Sedangkan toilet tersedia untuk 80 orang yang terbagi dua kompleks, untuk pria dan wanita. Terdapat juga 52 kamar mandi. Keperluan wudhu, kamar mandi dan toilet ini dipasok sebanyak 600 liter setiap hari per menit dari PAM.
Penerangan masjid Istiqlal menggunakan listrik dari PLN, selain itu juga menggunakan 3 generator berkekuatan masing-masing 110 kva dan sebuah generator besar 500 kva.

H. Lantai Dasar.
Luas 2,5 ha biasa diisi dengan berbagai aktivitas umat muslim dan organisasi islam di dalamnya. Ada MUI, Dewan Masjid Asia dan Lautan Teduh, Dewan Masjid Indonesia, Pusat Perpustakaan Islam Indonesia, LPTQ dan BP 4 Pusat. Masjid juga menyediakan fasilitas untuk kegiatan sosial dan budaya, termasuk ceramah, pameran, seminar, konferensi, bazar dan program-program untuk perempuan, kaum muda dan anak-anak.

*Disusun dari berbagai sumber*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar